Mengapa Menulis?

Teman baikku,

Aku senang kamu tertarik pada penulisan dan selalu berminat belajar menulis. Kamu tahu, urusan tulis-menulis selalu memukau orang.

Banyak orang ingin bisa menulis, tetapi sangat sedikit yang punya daya tahan untuk belajar. Sementara mereka yang sudah menulis sering mengeluhkan bahwa menulis tidak bisa memberi kehidupan yang layak.

Dan sekarang muncul pertanyaan baru: Untuk apa lagi belajar menulis? Saat ini sudah ada AI yang bisa menghasilkan tulisan. Benar, sudah ada AI, dan pertanyaan itu sama dengan kamu bertanya: Untuk apa belajar berhitung? Toh sudah ada kalkulator.

Menurutku, bagus jika kamu tetap belajar menulis.

Kamu akan tahu bahwa banyak hal di sekeliling kita sesungguhnya lahir dari tulisan. Kita hidup dikelilingi oleh tulisan: Iklan yang membuat orang membeli sesuatu, pidato yang menggerakkan orang banyak, naskah film yang membuatmu takjub, dan juga pesan singkat yang memperbaiki hubungan. Semuanya ditulis.

Orang sering mengira bahwa menulis adalah sekadar memindahkan isi kepala ke kertas. Tidak. Menulis adalah cara berpikir. Dengan menulis kamu menata isi kepala agar bisa dimengerti, pertama-tama olehmu sendiri.

Seorang penulis belajar melihat keteraturan di balik kekacauan, atau sebaliknya, melihat kekacauan di balik keteraturan. Menulis juga adalah upaya menemukan irama di balik peristiwa yang tampak acak. Dalam arti itu, menulis bukan melulu urusan “apa yang kamu tulis,” tapi bagaimana kamu menuliskannya; dan itu berarti bagaimana kamu melihat dunia.

Saat kamu memahami bagaimana sebuah kalimat bekerja, dari situlah keajaiban dimulai. Kamu akan mendapati bahwa ternyata banyak yang belum kamu pahami sampai kamu menuliskannya. Karena itu, menulis memang bukan pekerjaan bagi yang sok tahu, tapi bagi mereka yang penasaran.

Dan, ya, menulis memerlukan ketelitian. Kamu mungkin mengira bahwa keindahan datang dari inspirasi, tapi pernahkah kamu berpikir bahwa keindahan juga datang dari tanda koma yang diletakkan di tempat yang benar? Dari keputusan memilih satu kata ketimbang kata lainnya? Dari tindakan membuang satu frase saja?

Ada keindahan dalam ketelitian. Kalimat yang jernih, yang tidak berlebihan dan tidak berniat mendongak, punya pesona tersendiri. Ia barangkali tak berkilau, tapi menenangkan, seperti air jernih di tempayan. Itu keindahan yang lahir dari kesabaran dan kecermatan.

Menulis, jika kamu tekuni, akan memberimu sepasang mata baru. Kamu akan mulai melihat apa yang semula kamu abaikan. Kamu menjadi penasaran bagaimana cara orang menunduk saat menyesali sesuatu, atau seperti apa warna sore sebelum petang, percakapan yang tersendat, tawa yang terhenti mendadak, atau kesedihan yang terus menguntit seperti bayang-bayang. Dunia yang sama akan tampak berbeda: Ia menjadi lebih luas, lebih hidup, dan lebih memukau.

Jika suatu hari kamu merasa bosan dan mulai bertanya “untuk apa menulis?”, ingatlah bahwa sebagian besar dunia ini berdiri di atas kalimat. Dan sebagian besar kalimat ditulis oleh orang-orang yang dulu juga pernah bingung seperti kamu.

Jadi, mari kita nikmati urusan paling aneh sekaligus sangat manusiawi ini. Lupakan bahwa menulis hanya soal diterbitkan di koran, majalah, atau dicetak sebagai buku. Menulis, lebih dari itu, adalah cara kita memahami hidup; dan juga cara menjalani hidup lebih sadar.

Tetap menulis, tetap belajar.

A.S. Laksana



Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Saya menulis artikel dan surat-surat tentang penulisan kreatif hampir setiap hari. Jika ingin menerima surat-surat dan artikel berikutnya via email, sila masukkan email anda di sini.