Halo, temanku, ini hanya fakta sehari-hari.
Kita tidak mungkin menyayangi atau membenci orang yang tidak kita kenal; kita juga tidak merasa ingin tahu apa yang akan terjadi padanya besok atau lusa atau apa lagi yang akan ia lakukan.
Bagaimana mungkin kita bisa mencintai atau membenci orang yang tidak kita ketahui sosoknya, tidak kita kenali kepribadiannya, tidak kita kenali riwayatnya?
*
Kita hanya akan berduka atas nasib buruk seseorang ketika kita merasa dekat dengan orang itu, bersimpati terhadap kehadirannya, terhadap apa yang ia perjuangkan, dan terhadap cara ia menjalani hidupnya. Kita merasa lega ketika ia bahagia. Kita merasa kehilangan ketika ia mati.
Kita akan membenci seseorang yang menganiayanya, mengkhianatinya, atau melukai perasaannya. Kita membenci orang itu karena membuat orang yang kita sayangi menderita.
Perasaan ini berlaku untuk orang-orang yang kita kenal di sekitar kita, juga untuk tokoh-tokoh fiksi yang kita baca.
Kita bisa mencintai atau membenci orang-orang yang hidup di sekitar kita karena kita melihat mereka, mendengar tindak tanduk mereka, bergaul dengannya, atau merasakan sendiri efek kehadiran mereka dalam hidup kita. Kita membenci atau menyayangi mereka karena mereka nyata.
*
“Aku tidak kenal dengan tokoh-tokoh publik, artis, politisi, tapi aku bisa membenci atau mencintai mereka,” katamu.
Tentu saja, tapi itu hanya berlaku untuk mereka yang sering dibicarakan orang, entah karena baik, entah karena buruk. Kamu menjadi kenal mereka, tahu perangai mereka, tahu ucapan-ucapan mereka, melalui berita dan kesaksian banyak orang di media sosial tentang mereka.
Ketika mereka dibicarakan orang, kehadiran mereka menjadi “nyata” di hadapan kita. Kamu tidak akan membenci bupati atau tokoh politik yang namanya tidak pernah kamu dengar dan tindakannya tidak pernah dibicarakan orang.
Tokoh fiksi seperti itu juga. Kita membenci atau mencintainya karena ia “nyata”—karena kita bisa melihat penampilan fisiknya, mengamati gerak-geriknya, mendengar ia bicara, dan mengetahui efek tindakannya terhadap tokoh lain. Kita merasa ia betul-betul ada di hadapan kita.
*
Aku harus menyebut nama William Somerset Maugham. Cerpenis Inggris ini tahu cara sederhana untuk membuat tokoh ceritanya disukai atau dibenci pembaca. Sederhana bukan berarti mudah.
Sederhana adalah cara penyajian. Ia tidak menulis berbelit-belit. Tapi, yang terpenting, ia tahu apa yang harus disajikan, untuk tujuan apa, dan kapan waktu yang tepat untuk menyajikannya.
Somerset Maugham jelas tahu bahwa kamu hanya akan menyayangi atau membenci orang yang betul-betul kamu kenal. Karena itu, ia menjadikan tokoh-tokoh ceritanya “nyata” di hadapan pembaca. Bacalah cerpen-cerpennya.
Salam,
A.S. Laksana

Leave a Reply