Teman baikku,
Apakah kamu ingin tulisanmu indah? Biasanya orang yang belajar menulis punya keinginan berkobar untuk membuat tulisan mereka indah, dan kebanyakan dari mereka keliru dalam upaya memperindah tulisan.
Mereka menulis berbunga-bunga atau memburu rima. Itu cara yang keliru.
Tulisan indah dimulai dari bunyinya. Setiap kalimat punya suara. Jika kamu membaca kalimatmu keras-keras, kamu akan tahu apakah kalimat itu enak didengar atau tidak.
Bunyi dan irama dalam kalimat itu akan membentuk keindahan. Ini tidak hanya pada puisi, tetapi prosa juga. Karena itu, penulis seharusnya belajar mendengarkan tulisannya sendiri, bukan hanya memikirkan kehebatan isi atau kemegahan gagasannya.
Sekadar mengingatkan, sejak kanak-kanak kita sudah menyukai bunyi bahasa. Kita pernah senang menyanyikan lagu dolanan yang tidak ada maknanya tetapi bunyinya terdengar indah.
Anak-anak suka mengulang-ulang kata atau meniru-nirukan bebunyian yang lucu. Mereka menyukai onomatopoeia.
Pada hari Minggu kuturut ayah ke kota.
Naik delman istimewa kududuk di muka.
Kududuk samping Pak Kusir yang sedang bekerja
Mengendali kuda supaya baik jalannya.
Tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk…
Tuk tik tak tik tuk tik tak suara sepatu kuda.
Tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk…
Tuk tik tak tik tuk tik tak suara sepatu kuda.
Lalu anak-anak tumbuh dewasa dan kebanyakan dari mereka kehilangan kepekaan itu.
Para penulis yang baik biasanya mampu mempertahankan kepekaan itu. Mereka punya “telinga” untuk mendengar suara tulisannya sendiri.
Kamu pasti pernah membaca tulisan yang terasa datar, tersendat-sendat, atau membosankan. Tulisan menjadi seperti itu biasanya karena ritmenya salah.
Maka, kuncinya tetap kalimat. Dan aturannya sepele: Setiap kalimatmu harus mampu membawa pembaca ke kalimat berikutnya. Itulah tugas utama kalimat naratif. Kecepatan dan gerak cerita datang dari irama bahasa. Karena itu, penulis perlu melatih diri untuk mendengar irama tulisannya.
Baca saja tulisanmu keras-keras, dan kamu akan tahu apakah bunyi tulisanmu enak atau tidak.
Itu saran serius. Cerita yang bagus biasanya tidak hanya menyampaikan kejadian; ia juga memberi pembaca kenikmatan melalui musik dari susunan kalimatnya. Beberapa orang dikenal sebagai penulis hebat antara lain karena kecakapan mereka untuk menciptakan musik dalam paragraf-paragrafnya.
Charles Dickens, dalam Great Expectations:
Nama keluarga ayahku adalah Pirrip, dan nama baptisku Philip; lidah bayiku tak bisa mengucapkan kedua nama itu lebih panjang atau lebih jelas ketimbang “Pip”. Maka aku menyebut diriku Pip, dan orang-orang pun memanggilku Pip.
Ernest Hemingway, dalam A Clean, Well-Lighted Place:
Malam sudah larut dan semua orang sudah meninggalkan kafe itu, kecuali lelaki tua yang duduk di bawah lindungan daun-daun pohon yang menghalangi cahaya lampu listrik. Siang hari jalanan berdebu, tapi di malam hari embun membuat debu-debu mengendap, dan lelaki tua itu suka duduk sampai larut karena ia tuli, dan pada malam hari suasananya tenang, dan ia bisa merasakan perbedaannya. Dua pelayan di dalam kafe tahu bahwa lelaki tua itu agak mabuk, dan mereka tahu bahwa, sekalipun ia pelanggan setia, ia bisa pergi tanpa membayar jika terlalu mabuk, karena itu mereka mengawasinya.
Philip Pullman, penulis cerita anak-anak, dalam I was A Rat:
Si tua Bob dan istrinya, Joan, tinggal dekat pasar di rumah yang dulu dihuni ayahnya, kakeknya, dan buyutnya, semuanya tukang sepatu, dan Bob pun menekuni pekerjaan yang sama. Joan tukang cuci pakaian, seperti ibunya, neneknya, dan buyutnya, sejauh yang bisa diingat orang.
Seandainya mereka punya anak laki-laki, anak itu pasti akan menjadi tukang sepatu juga; dan jika mereka punya anak perempuan, ia akan belajar mencuci seperti ibunya, dan begitulah dunia akan terus berjalan. Namun mereka tak pernah punya anak, baik laki-laki maupun perempuan, dan kini mereka mulai menua, dan rasanya makin kecil saja kemungkinan mereka akan punya anak, meskipun mereka sangat menginginkannya.
Semua contoh di atas memiliki musik yang bagus, dan itu tidak ada hubungannya dengan rima atau metrum dalam puisi; itu berurusan dengan bunyi tulisan.
Sebagai latihan, tulis saja satu paragraf dengan mendayagunakan perangkat-perangkat bahasa yang diperlukan: repetisi, perumpamaan, onomatopoeia, paralelisme, aliterasi, dan sebagainya. Gunakan kalimat panjang, sedang, pendek, dan dengarkan bunyinya.
Semoga hari-harimu indah.
A.S. Laksana
Leave a Reply